“ WAHDHAR MINAL JIMA’I FISH SHIYAABY FAHUWA MINAL JAHLY BILAR TIYAABY “
Syaikh penadzam menjelaskan : Bahwa sebagian adab senggama yaitu suami
hendaknya munyuruh istrinya untuk melepas semua pakaiannya ada baiknya kalau
suami yg melepaskan pakaian istrinya.kemudian suami dan istrinya bersenggama
dalam 1 selimut , akan tetapi , bukan berarti senggama yg di lakukan itu tanpa
penutup sama sekali.
Karena ada hadist :
Rosulalloh,Saw Bersabda:
“ Apabila kalian melakukan senggama dengan istrinya , maka jangan telanjang
seperti telanjangnya himar “
Nabi Saw , sendiri ketika melakukan senggama dengan istrinya , beliau
menggunakan tutup kepala dan memelihara suara seraya berkata pada istrinya “
hendaklah engkau tenang “ begitu jg dilakukan oleh shohabat abu bakar yg selalu
mamakai tutup kepala ketika bersenggama dengan istrinya karena malu sama Allah
Swt.
Sebagian ahli ilmu berkata : Di sunnahkan melipat pakaian pada waktu malam
sambil membaca BASMALLAH karena kalau tidak demikian maka setan akan memakainya
pada malam hari dan pemiliknya memakai pada siang hari.Rosulalloh Saw ,
Bersabda :
“ Lipatlah pakaian kamu , karena sesungguhnya setan tidak mau memakai pakaian
yg di lipat “
Sebelum bermalam pertama, sangat disukai untuk memperindah diri masing-masing
dengan berhias, memakai wewangian, serta bersiwak.
Berdasarkan sebuah hadits dari Asma’
binti Yasid radhiyallaahu ‘anha ia menuturkan, “Aku merias Aisyah untuk
Rasulullah shallallahu a’laihi wasallam. Setelah selesai, aku pun memanggil
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun duduk di sisi Aisyah.
Kemudian diberikan kepada beliau segelas susu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam meminum susu tersebut dan menyerahkannya pada Aisyah. Aisyah
menundukkan kepalanya karena malu. Maka segeralah aku menyuruhnya untuk
mengambil gelas tersebut dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” [HR
Ahmad, sanad hadits ini dikuatkan oleh Al-Allamah Al-Muhadits Al-Albani dalam
Adabul Zifaf].
Adapun disunnahkannya bersiwak,
karena adab yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa
beliau selalu bersiwak setiap setiap hendak masuk rumah sebagaimana disebutkan
oleh Aisyah radhiyallaahu ‘anha dalam Shahih Muslim. Selain itu akan sangat
baik pula jika disertai dengan mempercantik kamar pengantin sehingga menjadi
sempurnalah sebab-sebab yang memunculkan kecintaan dan suasana romantis pada
saat itu.
Hendaknya suami meletakkan tangannya
pada ubun-ubun istrinya seraya mendoakan kebaikan dengan doa yang Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan :
اللّهمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ
خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا
وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
kepada-Mu dari kebaikannya (istri) dan kebaikan tabiatnya, dan aku berlindung
kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan tabiatnya.”[HR. Bukhari dari sahabat
Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallaahu 'anhu].
Disunnahkan bagi keduanya untuk
melakukan shalat dua rakaat bersama-sama. Syaikh Al Albani dalam Adabuz Zifaf
menyebutkan dua atsar yang salah satunya diriwayatkan oleh Abu Bakr Ibnu Abi
Syaiban dalam Al-Mushannaf dari sahabat Abu Sa’id, bekat budak sahabat Abu
Usaid, beliau mengisahkan bahwa semasa masih menjadi budak ia pernah
melangsungkan pernikahan. Ia mengundang beberapa sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, diantaranya Abdullah bin Mas’ud, Abu Dzarr, dan Hudzaifah.
Abu Sa’id mengatakan, “Mereka pun
membimbingku, mengatakan, ‘Apabila istrimu masuk menemuimu maka shalatlah dua
rakaat. Mintalah perlindungan kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari
kejelekan istrimu. Setelah itu urusannya terserah engkau dan istrimu. “Dalam
riwayat Atsar yang lain Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu mengatakan,
perintahkan isrtimu shalat dibelakangmu.”
Ketika menjumpai istri, hendaknya
seorang suami berprilaku santun kepada istrinya semisal dengan memberikan
segelas minuman atau yang lainnya sebagimana dalam hadits di atas, bisa juga
dengan menyerahkan maharnya. Selain itu hendaknya si suami untuk bertutur kata
yang lembut yang menggambarkan kebahagiaannya atas pernikahan ini. Sehingga
hilanglah perasaan cemas, takut, atau asing yang menghinggapi hati istrinya.
Dengan kelembutan dalam ucapan dan perbuatan akan bersemi keakraban da
keharmonisan di antara keduanya.
Apabila seorang suami ingin
menggauli istrinya, janganlah ia terburu-buru sampai keadaan istrinya
benar-benar siap, baik secara fisik, maupun secara psikis, yaitu istri sudah
sepenuhnya menerima keberadaan suami sebagai bagian dari dirinya, bukan orang
lain. Begitu pula ketika suami telah menyelesaikan hajatnya, jangan pula
dirinya terburu-buru meninggalkan istrinya sampai terpenuhi hajat istrinya.
Artinya, seorang suami harus memperhatikan keadaan, perasaan, dan keinginan
istri. Kebahagian yang hendak ia raih, ia upayakan pula bisa dirasakan oleh
istrinya.
Bagi suami yang akan menjima’i istri
hanya diperbolehkan ketika istri hanya diperbolehkan ketika istri tidak dalam
keadaan haid dan pada tempatnya saja, yaitu kemaluan. Adapun arah dan caranya terserah yang dia sukai.
Allah berfirman yang artinya, “Mereka bertanya
kepadamu tentang haid. Katakanlah, “Haid itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab
itu hendaklah kalian menjauhi (tidak menjima’i) wanita diwaktu haid, dan
janganlah kalian mendekati (menjima’i) mereka, sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu pada tempat yang diperintahkan
Allah kepad kalian (kemaluan saja). Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang mensucikan diri. Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian
bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat itu bagaimana saja kalian
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk diri kalian, bertakwalah
kepada Allah, ketahuilah bahwa kalian kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang beriman.” [Q.S. Al Baqarah: 222-223].
Ingat, diharamkan melalui dubur.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Barang siapa
yang menggauli istrinya ketika sedang haid atau melalui duburnya, maka ia telah
kufur dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad.” [HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi,
dan yang lainnya, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abu
Dawud]. Kata ‘kufur’ dalam hadits ini menunjukkan betapa besarnya dosa orang
yang melakukan hal ini. Meskipun, kata para ulama, ‘kufur’ yang dimaksud dalam
hadits ini adalah kufur kecil yang belum mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Telah kita ketahui bersama bahwa
syaitan selalu menyertai, mengintai untuk berusaha menjerumuskan Bani Adam
dalam setiap keadaan. Begitu pula saat jima’, kecuali apabila dia senantiasa
berdzikir kepada Allah. Maka hendaknya berdo’a sebelum melakukan jima’ agar hal
tersebut menjadi sebab kebaikan dan keberkahan. Do’a yang diajarkan adalah:
بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا
الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“Dengan nama Allah. Ya Allah,
jauhkanlah kami dari syaithan dan jauhkanlah syaithan dari apa yang Engkau
karuniakan kepada kami.”[HR. Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abdullah bin
Abbas radhiyallaahu 'anhu]. Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa seandainya
Allah mengkaruniakan anak, maka syaithan tidak akan bisa memudharati anak
tersebut. Al Qadhi menjelaskan maksudnya adalah syaithan tidak akan bias
mearsukinya. Sebagaimana dinukilkan dari Al Minhaj.
Diperbolehkan bagi suami dan istri
untuk saling melihat aurat satu sama lain. Diperbolehkan pula mandi bersama.
Dari Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah
dalam satu bejana dan kami berdua dalam keadaan junub.” [HR. Al Bukhari dan
Muslim.]
Diwajibkan bagi suami istri yang
telah bersenggama untuk mandi apabila hendak shalat. Waktu mandi boleh ketika
sebelum tidur atau setelah tidur. Namun apabila dalam mengakhirkan mandi maka
disunnahkan terlebih dahulu wudhu sebelum tidur. Berdasarkan hadits Abdullah
bin Qais, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Aisyah, ‘Apa yang dilakukan
Nabi ketika junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur ataukah tidur sebelum
mandi?’ Aisyah menjawab, ‘Semua itu pernah dilakukan Rasulullah. Terkadang
beliau mandi dahulu kemudian tidur dan terkadang pula beliau hanya wudhu
kemudian tidur.”[HR. Ahmad dalam Al Musnad]
Tidak boleh menyebarkan rahasia
ranjang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,
“Sesungguhnya diantara manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah
pada hari kiamat adalah laki-laki yang mendatangi istrinya dan istrinya
memberikan kepuasan kepadanya, kemudian ia menyebarkan rahasianya.” [HR. Muslim
dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallaahu 'anhu]
.Kesempurnaan syariat Islam ini
menunjukkan betapa besarnya perhatian Allah terhadap hamba-Nya melebihi
perhatian hamba terhadap dirinya sendiri. Oleh karenanya, hendaklah setiap
hamba tetap berada di atas fitrah tersebut di atas agama allah agar dirinya
selalu berada di atas jalan yang lurus, “(Tetaplah di atas fitrah) yang
Allahtelah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” [QS. Ar Rum: 30]. Allahu
a’lam